PELAKSANAAN RESTITUSI TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2017

FAZILLA KARDIANA (2023), PELAKSANAAN RESTITUSI TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2017. Skripsi, Universitas Samudra.

ABSTRAK

Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya. Setiap anak yang menjadi korban tindak pidana berhak mendapatkan restitusi, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana. Selama ini pelaksanaan restitusi hanya ditujukan untuk beberapa tindak pidana tertentu saja. Diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 ini bertujuan agar restitusi terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana dapat berjalan dengan baik.


Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaturan restitusi terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017, untuk mengetahui pelaksanaan restitusi terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana, dan untuk mengetahui hambatan dan upaya pemberian restitusi terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana.


Penelitian ini menggunakan penelitian Normatif, yaitu penelitian hukum yang berfokus pada kaidah-kaidah atau asas-asas dalam arti hukum dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan maupun doktrin dari pakar hukum terkemuka.


Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan restitusi terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 sudah diatur dengan baik, namun di dalam peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 belum mengatur konsenkuensi apabila terdakwa tidak membayar restitusi terhahadap korban. Pelaksanaan restitusi terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana belum berjalan dengan baik, hal ini ditandai dengan tidak adanya putusan di pengadilan terhadap perkara kekerasan seksual terhadap korban anak yang mencantumkan restituti. Hambatan dalam pemberian restitusi terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana, dikarenakan kurangnya sarana dalam perincian biaya restitusi serta tidak diberitahukannya oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa korban berhak untuk mengajukan restitusi. Serta upaya yang dapat dilakukan adalah Jaksa Penuntut Umum, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD.PPA) Kota Langsa wajib memberitahukan kepada korban bahwa korban berhak untuk mengajukan restitusi, serta sosialisasi tentang restitusi kepada orang tua korban, korban, serta masyarakat.


Disarankan agar dilakukannya pembenahan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana, khususnya konsekuensi hukum apabila terdakwa tidak bersedia untuk membayar restitusi tersebut. Disarankan kepada Hakim, Jaksa/Penuntut Umum, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dan/atau Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD.PPA) Kota Langsa, serta korban maupun masyarakat perlu adanya pemahaman yang mendalam tentang pelaksanaan restitusi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017. Disarankan kepada pemerintah agar sudikiranya untuk memberikan penegasan kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD.PPA), agar bisa membantu korban dalam perincian restitusi, sehingga tidak membuang waktu dalam perhitungan biaya restitusi.

Kata kunci : Restitusi, Anak, Korban Tindak Pidana

File ::(login required)
Tipe Items : Skripsi
Penulis/Penyusun : FAZILLA KARDIANA
Fakultas : Fakultas Hukum
Program.Studi : Ilmu Hukum (2023)
Tanggal disimpan : 03-10-2023 09:54
Terakhir diubah : 03-10-2023 09:55
Penerbit : Langsa, Universitas Samudra, 2023
URI : https://etd.unsam.ac.id/detail.php?id=4658
Root : https://www.unsam.ac.id
Kembali ke atas!