PERKAWINAN SEMARGA MENURUT HUKUM ADAT BATAK MANDAILING DITINJAU DARI UU NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Ilmi Rosidah Hannum (2023), PERKAWINAN SEMARGA MENURUT HUKUM ADAT BATAK MANDAILING DITINJAU DARI UU NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN . Skripsi, Universitas Samudra.

ABSTRAK

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan adat Indonesia terbagi atas tiga kelompok: Pertama, perkawinan adat berdasarkan masyarakat kebapakan (patrilinial). Kedua, perkawinan adat berdasarkan masyarakat keibuan (matrilial). Ketiga, perkawinan adat berdasarkan masyarakat keibu-bapakan (parental). Dalam suku Batak Mandailing itu sendiri menganut sistem kekerabatan berdasarkan garis keturunan bapak (patrilineal) secara turun temurun pihak bapak menjadi satu kelompok. Marga adalah nama pertanda dari keluarga mana seseorang tersebut berasal. Di Indonesia mengenai ketentuan perkawinan diatur dalam undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Dalam hal larangan perkawinan diatur dalam Bab II pasal 8 sampai pasal 11. Namun lain halnya di adat batak Mandaling, dalam perkawinana mandailing melarangan nikah semarga, hal tersebut dinilai tidak sejalan dengan ketentuan perundang-undangan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peraturan perkawinan menurut adat Batak Mandailing Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Untuk mengetahui faktor penyebab tidak bolehnya pernikahan satu Marga di Mandailing Natal. Untuk mengetahui solusi hukum terhadap larangan nikah semarga di Mandailing Natal.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris yang merupakan sebuah penelitian hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam artian yang nyata atau dapat dikatakan melihat, meneliti bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peraturan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terdapat dalam ketentuan Pasal 6 dan Pasal 7, sedangkan mengenai larang perkawinan terdapat dalam ketentuan Pasal 8 Undang-Undang tersebut. Faktor penyebab tidak bolehnya pernikahan satu Marga di Mandailing Natal yaitu karena Dikhawatirkan akan terjadi perkawinan saudara Kandung, kemudian dinilai semarga merupakan Sistem kekerabatan yang dekat, Mendidik Rasa Malu dan Faktor Namarito. Solusi hukum terhadap larangan nikah semarga di Mandailing Natal, para tokoh adat dan para penegak hukum membuat solusi hukum yang berbentuk sosialisasi peraturan Perundang-undang dan sosialisasi Kompilasi Hukum Islam, dengan menjelaskan kepada Masyarakat bahwa perkawinan hanya boleh dilarang jika bertentangan dengan perundang-undangan atau bertentangan dengan norma keagamaan.
Disarankan kepada Tokoh adat Mandailing Natal dan Masyarakat mandailing Natal agar menerapkan larang perkwanan sesuai dengan larangan perkawinan yang tersebut dalam Undang-Undang. Kepada masyarakat Mandailing Natal supaya tidak membuat larangan nikah semarga. Disarankan kepada pihak penegak hukum dalam hal ini pihak Pengadilan Agama dan Kantor Urusan Agama untuk melakukan sosialisasi pemahaman hukum kepada Masyarakat Mandailing Natal guna penerapan larangan perkawinan.

Kata kunci : Larang Nikah Semarga, Perspektif UU Perkawinan

File ::(login required)
Tipe Items : Skripsi
Penulis/Penyusun : Ilmi Rosidah Hannum
Fakultas : Fakultas Hukum
Program.Studi : Ilmu Hukum (2023)
Tanggal disimpan : 09-02-2023 16:14
Terakhir diubah : 23-02-2023 16:00
Penerbit : Langsa, Universitas Samudra, 2023
URI : https://etd.unsam.ac.id/detail.php?id=3762
Root : https://www.unsam.ac.id
Kembali ke atas!