KEWENANGAN MENGADILI KASUS PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PASCA PEMBERLAKUAN QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT

Miza Nul Hakim (2022), KEWENANGAN MENGADILI KASUS PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK PASCA PEMBERLAKUAN QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT. Skripsi, Universitas Samudra.

ABSTRAK

Pasal 75 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jinayat menyatakan qanun ini mulai berlaku 1 (satu) tahun setelah diundangkan, artinya mulai Tahun 2015 qanun ini mulai diterapkan dalam penegakan hukum termasuk tindak pidana pelecehan seksual yang diatur pada Pasal 46 yaitu “Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah pelecehan seksual, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan”. Namun Perkara Nomor 196/Pid.Sus/2019/PN-Lgs mengenai tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak ditangani oleh Hakim Pengadilan Negeri bukan oleh Mahkamah Syar’iyah.


            Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum tentang kompetensi Pengadilan Negeri dan Mahkamah syari’ah pasca Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014, faktor-faktor yang menyebabkan perkara tersebut diadili oleh Pengadilan Negeri Langsa pasca pemberlakuan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014, dan akibat hukum yang ditimbulkan akibat diadili kasus pelecehan seksual tersebut pasca pemberlakuan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014.


            Metode penelitian skripsi ini adalah yuridis empiris penelitian ini terdiri dari studi lapangan dengan serangkaian wawancara dan juga studi pustaka.


            Pengaturan hukum tentang kompetensi Pengadilan Negeri dan kompetensi mahkamah syari’ah yaitu Pasal 75 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa Qanun ini berlaku 1 (satu) tahun setelah diundangkan, oleh karenanya kompetensi Mahkamah Syar’iyah mulai berlaku untuk mengadili perkara pelecehan seksual dan mengurangi kompetensi Pengadilan Negeri. Faktor-Faktor yang menyebabkan perkara tersebut di adili oleh pengadilan negeri langsa pasca pemberlakuan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 yaitu adanya tumpang tindih kewenangan mengadili, Kurangnya pemahaman aparat penegak hukum, adanya keraguan Hakim untuk menolak perkara yang diadili, adanya azas Hakim tidak boleh menolak menangani perkara, dan faktor pengaturan hukum terhadap pelaku dan korban anak dalam kompetensi pengadilan negeri. Akibat Hukum yang ditimbulkan akibat diadili kasus pelecahan seksual tersebut pasca pemberlakuan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 yaitu pelaku dijatuhkan pidana penjara sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, bukannya hukuman cambuk, penjara dan denda sebagaimana diatur dalam qanun jinayat dan putusan tersebut menjadi yurisprudensi yang mengakibatkan hapusnya kewenangan mengadili Mahkamah Syar’iyah untuk menangani tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak di Aceh.


            Disarankan kepada Pemerintah Aceh untuk mempertegas regulasi Qanun Jinayat terhadap anak, kepada aparat penegak hukum untuk dapat lebih memahami kompetensi penegakan hukum, kepada mahasiswa untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan tema ini.

Kata kunci : Kompetensi, Pengadilan Negeri, Pelecehan Seksual

File ::(login required)
Tipe Items : Skripsi
Penulis/Penyusun : Miza Nul Hakim
Fakultas : Fakultas Hukum
Program.Studi : Ilmu Hukum (2022)
Tanggal disimpan : 08-02-2022 13:27
Terakhir diubah : 22-03-2022 15:24
Penerbit : Langsa, Universitas Samudra, 2022
URI : https://etd.unsam.ac.id/detail.php?id=2447
Root : https://www.unsam.ac.id
Kembali ke atas!